LAJU NON-RIBA DI DUNIA BARAT
Dari Majalah GATRA 24 OKtober 2007 and http://savenprotect.com/indexx.php?view=_whatsnew&id=28
Pasar Modal Syariah Lebih Unggul
Keuangan syariah sudah menerjang Eropa. Pemicunya, prospek hasil yang menggiurkan dan masuk akal.
Laju ekonomi berdasarkan syariat Islam kian tak terbendung. Bahkan dalam dunia barat sekalipun, hanya butuh waktu kurang dari 10 tahun, ekonomi syariah menjadi hal yang biasa. Kalau di tahun 1990-an hanya segelintir investor bule yang mengerti makna riba, kini banyak investor yang menempatkan duitnya di bisnis Islami.
Adalah akuisisi Britain P&O, sebuah perusahaan operator pelabuhaninternasional asala Inggris, yang ddapat dijadikan ilustrasi bagus betapa transaksi syariah sudah bersifat global. Ceritanya sendiri dimulai tahun 2006. Ketika itu DP World, sebuah perusahaan Negara milik Uni Emirat Arab mengajukan penawaran untuk membeli Britain P&O seharga US$ 5,7 milyar. Tawaran itu sempat membuat panas Gedung Putih.
Senator Hillary Clinton bahkan sempat mengancam akan mengajukan rancangan undang-undang untuk me
pelabuhan penting di Amerika. Washington tidak keberatan kalau pelabuhan mereka dioperasikan orang Inggris. Tapi kalau dioperasikan DP World – yang orang arab – hal itu dipandang mengancam “keamanan nasional” Amerika.
Kongres Amerika akahirnya sepakat memblok penjualan tersebut. Namun proses akuisisi jalan terus. Pengadilan Negeri Inggrispun menyaatkan, ttransaksi itu sah. Bahkan, ketika PSA (Port Authority os Singapore), perusahaan operator asal Singapore, ikut terjun ke bursa dengan mengajukan penawaran lebih tinggi., DP World segera membalas dengan menaikkan tawaran menjadi US$6,8 milyar. PSA pun keok dihantam dengan harga setinggi itu. Mereka undur diri dari bursa, dan Britain P&O rresmi dikuasai DP World.
Yang menarik, majalah The Economist melaporkan bahwa kemampuan DP World mengumpulkan dana sebesar itu berasal dari sukuk atau obligasi syariah. Bahkan hampir 40% dari pembeli sukuk itu adlah investor Eropa. Fakta ini saja menunjukkan bahwa sukuk tidak kalah dengan obligasi biasa.
Setahun kemudian, popularitas sukuk sebagai sumber pembiayaan Islami kembali meroket. Kali ini pemicunya adalah akuisisi terhadap perusahaan mobil Aston Martin. Ini adalah merek terkenal dan juga mobil kesukaan agen rahasia 007 James Bond.
Adnan Al-Musallam (ketiga dari kiri) saat aquisisi Aston Martin kepada TID
Pada akhir Juni 2007, karena terbelit utang, Aston Martin dijual oleh perusahaan induknya, Ford Motor Company, ke sebuah konsorsium yang mayoritas sahamnya dikuasai he Investment DarCompany (TID), sebuah perusahaan investasi asala Kuwait. Akuisisi senilai US$ 924 juta ini juga dibiayai lewat sukuk.
Yang mengejutkan, baru beberapa bulan menguasai Aston Martin, sang pemilik baru itu sudah mengumumkan akan menjual kembali “bagia-bagia” Aston Martin kepada investor lewat mekanisme musharakah. Direktur TID, Adnan al-Mussallam, bahkan secara specific menyebutkan bagian yang akan dijual lagi itu antara lain pabrik,teknologi robot, dan tanah, yang nilai totalnya mencapai US$ 51 juta.
Pernyataan itu jelas mengundang reaksi keras. Namun THD bergeming. Menurut Adnan, penjualan kembali itu dibutuhkan agar Aston Martin bisa berekspansi ke China, India dan Rusia. Bahkan Adnan mengindikasikan bahwa investor China sudah memberikan sinyal positif akan ikut dalam transaksi musharakah tersebut. “Cina diharapkan membeli sekitar 25% dari total transaksi ini kelak”, ucapnya.
Dua mega-akuisisi berbasis sukuk tersebut sebenarnya menunjukan bahwa ekonomi syariah sudah diterima komunitas keuangan international. Itu juga sebuah pengakuan bahwa ekonomi syariah bersifat general. Meski bersumber dari Islam, produk ekonomi syariah seperti sukuk, musharakah, mudharabah, atau asuransi takaful bisa untuk siapa saja. Tidak harus muslim.
Banyak fakta yang mendukung pernyataan tersebut. Sekitar 10 % nasabah Faisal Islamic Bank of Egypt (FIBE), misalnya, adalah penganut Kristen Koptik. Demikian juga ketika ketika HSBC membuka cabang syariah di Malaysia dan menawarkan skema kredit rumah mudharabah. Justru lebih dari 50% nasabahnya adalah non-muslim. “Perbankan Islam bukan hanya untuk muslim radikal atau konservatif. Sekarang ia bisnis mainstream,” kata Ross Mohamad Din, Direktur HSBC Amanah, Malaysia.
Di level korporasi multinasional, ekonomi syariah juga mulai dilirik sebagai sumber pembiayaan baru. Inilah yang dilakukan East Cameron Partners, sebuah perusahaan minyak asal Texas, Amerika Serikat. Ketika lagi kekurangan dana cash, perusahaan ini tidak mengajukan kredit ke bank konvensioanl, melainkan menerbitkan sukuk senilai US$ 166 JUTA. Ini sukuk pertama yang berasal dari Amerika. “Saya belum pernah mendengar tentang sukuk sebelumnya,” kata Campbell Evans, General Manager East Cameron Partners, mengomentari transaksi itu. “Saya lalu membaca buku dan sepertinya sukuk berbau Byzantium. Tapi akhirnya itu berhasil,” ia menambahkan.
Semakin luasnya penerimaan komunitas bisnis international terhadap keuangan syariah itu sebenarnya bersifat pragmatis. “Uang selalu mencari deal terbaik,” ucap Hussein A Hassan, konsultan Deutysche Bank, Jerman. Investor non-muslim tertarik ke bisnis syariah karena pasar masih besar, dan karena ekonomi syariah tetap memberikan keuntungan.”Kalau keuangan syariah tidak bisa memberikan hasil mendekati jasa keuangan sekuler, tentu ia tidak akan ada,”kata Hussein.
Untuk kawasan Eropa, pada saat ini pusat transaksi keuangan syariah masih tetap di Inggris. Mekanisme pembellian rumah lewwat ijarah dan murabahah ditawarkan Ahli United Bank sejak tahun 1997. Namun perkembangannya tidaj signifikan karena terganjal pajak ganda yang diterapkan pemerintah. Pajak ganda ini membuat biaya ijarah dan murabahah justru lebih mahal dibandingkan dengan pembiayaan kredit konvensional.
Baru pada thun 2003, setelah kebijakan pajak ganda dicabut, kredit perumahan syariah di Inggris melonjak pesat. HSBC akhirnya juga masuk dengan meluncurkan kredit syariah. Pada saat ini, nilai pasar kredit perumahan syariah di Inggris diperkirakan sekitar US$ 1,68 milyar.
Selain didukung oleh populasi muslim Inggris yang mencapai 1,8 juta orang (50% lebih berada di London), pesatnya keuangan syariah ini juga disokong oleh kebijakan Pemerintah Inggris yang berpihak pada perbankan syariah. Perdana Menteri Inggris pada saat ini, Gordon Brown, ketika dulu masih menjabat sebagai Menteri Keuangan, termasuk pihak yang berjasa memfasilitasi pertumbuhan perbankan syariah. Gordon juga pernah menyatakan bahwa dia berharap Inggris bisa menjadi “pintu gerbang ke keuangan dan perdagangan Islam”.
Gordon Brown
Harapan itu terwujud. Pada 2004, Inggris menjadi Negara Eropa pertama yang memiliki bank Islam, yang diberi nama Islamic Bank of Britain, yang modal awalnya sebesar US$ 28,6 juta dari investor Inggris dan Timur Tengah.
Tidak seperti bank-bank asing yang menawarkan produk keuangan syariah secara terbatas, semua produk Islamic Bank of Britain sudah berbasis syariah. Mulai tabungan, pinjaman pribadi, hingga kredit perumahan.
Selain Inggris, Negara eropa yang juga kian intensif merangkul sector perbankan Islam adalah Swiss. Negara yang terkenal dengan sistem perbankannya ini ternasuk salah satu pemain lama dalam perbankan syariah. Bank Swiss, misalnya UBS (bank terbesar kedua se-Eropa), sudah lama membuka cabang divisi syariah di Timur Tengah untuk menampung “uang minyak” para jutawan di sana.
Untuk warga Swiss sendiri, bank Islam baru berdiri pada Oktober 2006, yakni Faisal Private Bank. Saham bank ini mayoritas dikuasai Ithmaar Bank BSC asal Bahrain. Bank ini berdiri untuk melayani populasi muslim Swiss yang jumlahnya terus meningkat, yakni sekitar 5% (sekitar 300,000) dari total populasi. (BASFIN SIREGAR)